Juniartha Semara Putra
NURSING ABILITY DALAM KEPERAWATAN BERBASIS
PARIWISATA
Oleh: I Putu
Juniartha Semara Putra
Email:
semaraputra93@hotmail.com
Keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia. Perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan
bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan
setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat
setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
Pariwisata adalah industri jasa yang menangani
jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal,makanan, minuman, dan jasa bersangkutan
lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll.
Keperawatan dan
kepariwisataan adalah dua bidang yang bisa dibilang bidang yang 1800
berbeda dari segi keilmuan, pelaksanaan maupun etika yang mengaturnya. Namun
kedua bidang ini masih saling membutuhkan dalam hal memajukan perkembangan
kedua bidang.
Keperawatan dan
kepariwisataan adalah dua bidang yang mengalami kemajuan pesat khususnya di
Bali. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya mahasiswa yang kuliah di
perguruan tinggi pariwisata dan perguruan tinggi kesehatan (keperawatan) selain
itu pembangunan pariwisata dan keperawatanpun meningkat.
Adapun hal yang mendukung
kemajuan bidang pariwisata dan bidang kesehatan (keperawatan) adalah dengan
gencarnya pihak internasional untuk menjalin kerjasama berupa kesepakatan AFTA
(ASEAN Free Trade Area) atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN yang akan dimulai pada tahun 2014 mendatang,
sehingga peluang kerja dalam bidang kesehatan utamanya profesi perawat semakin
meningkat yang juga selaras dengan gencarnya promosi pemerintah terhadap
peningkatan derajat kesehatan masyarakat tersebut. Karena negara yang hebat
adalah negara yang memiliki angka morbilitas dan mortalitas yang rendah
disertai dengan tingginya kualitas SDM.
Tidak kalah dengan bidang
pariwiata, dengan adanya kesepakatan AFTA, juga memberikan angin segar bagi
bidang pariwisata, sebab dengan perjanjian tersebut akan menambah jumlah
wiatawan asing yang tentunya membutuhkan pelayanan dari bidang pariwisata.
Seperti pelayanan rekreasi, hiburan, dan lain sebagainya yang sangat tergantung
dari pihak pariwisata.
Dengan tingginya angka
kunjungan wisatawan di bidang pariwisata di Indonesia, khususnya di Bali, maka
tidak menutup kemungkinan para wisatawan membawa penyakit baru yang harus
ditangani agar tidak menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa yang sempat
menimpa Indonesia saat gemparnya penyakit SARS dari China beberapa tahun silam.
Dengan adanya peluang para
wisatawan untuk masuk ke Indonesia, khususnya di Bali maka tentunya banyak
diantara wisatawan tersebut yang termasuk pada golongan yang rentan terhadap
penyakit seperti golongan anak, lansia, ibu hamil, dll, yang perlu mendapatkan
pelayanan tambahan tidak hanya dari bidang pariwisata saja, namun perlu
pelayanan dari bidang kesehatan (keperawatan) agar kunjungannya di Bali tidak
terganggu oleh hal-hal buruk terutama dari segi kesehatan.
Menyikapi hal tersebut, pada
5 Juli 2012, Gubernur Bali Made Mangku Pastika secara resmi mengeluarkan
Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 20 tahun 2012. Pergub ini mendukung lahirnya
sebuah lembaga otoritas wisata lanjut usia/pensiunan pariwisata yang lebih
dikenal dengan Bali Retirement Tourism Authority (BRTA).
Rancangan
Bali Retirement Tourism Authority (BRTA) yang digagas Ketut Sukardika beserta
timnya itu seakan memberikan angin segar bagi perkembangan wisata yang khusus
menyasar wisatawan lanjut usia di Bali. Mantan Rektor Universitas Udayana
(Unud) ini begitu optimis bahwa wisata lanjut usia (lansia), atau retirement
tourism, akan berkontribusi banyak bagi masyarakat lokal dan industri
pariwisata Bali ke depannya.
Bali
Retirement Tourism Authority (BRTA) bertujuan menjamin kenyamanan dan keamanan
para wisatawan Usia Lanjut/Pensiunan melalui regulasi hukum yang terpadu dengan
kebijakan instansi terkait dengan instansi yang membidangi kepariwisataan,
kesehatan, penanaman modal, keimigrasian dan moneter.
Dengan
hadirnya rancangan Bali Retirement Tourism Authority (BRTA) juga memberikan
angin segar bagi bidang kesehatan (keperawatan) terutama profesi keperawatan
karena Bali Retirement Tourism Authority (BRTA) melaksanakan akreditasi fasilitas yang telah
ada meliputi 9 (sembilan) komponen salah satunya komponen kesehatan yang
didalamnya terdapat profesi keperawatan.
Selain
dengan hadirnya rancangan Bali Retirement Tourism Authority
(BRTA), beberapa
waktu yang lalu, tepatnya tanggal 29 November 2012, Kementerian Kesehatan bekerjasama
dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan sebuah event internasional yang diberi nama International Health Tourism
Conference. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Kesehatan Ibu Nafsiah
Mboi dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ibu Marie
Elka Pangestu. Hadir pula dalam konferensi tersebut perwakilan rumah sakit, spa
dan asosiasi kesehatan se-Indonesia.
Pada
kesempatan itu pula dibentuk tim kerjasama dengan nama Wellness and Healthcare Tourism (IWHT). Tim ini terdiri
dari unsur Kemenkes, Kemenkraf, Perwakilan RS, Perewakilan Spa dan Asosiasi
Kesehatan seluruh Indonesia.
Menyikapi
hal itu, perguruan-perguruan tinggi di bidang kesehatan (keperawatan) terus
gencar dengan keperawatan berbasis pariwisata dengan dibuktikan makin maraknya
seminar tentang keperawatan berbasis pariwisata, salah satu contoh adalah
seminar yang diadakan oleh PSIK UNUD yang baru-baru ini mengadakan seminar
keperawatan berbasis pariwisata. Disamping itu pula di perguruan tinggi bidang
kesehatan khususnya keperawatan mulai merancang mata kuliah yang inti mata
kuliahnya mengarah ke keperawatan berbasis pariwisata.
Walaupun
sudah adanya seminar dan mata kuliah yang mengarah ke keperawatan berbasis
pariwisata tidaklah cukup untuk profesi keperawatan untuk memasuki dunia
keperawatan berbasis pariwisata. Tentunya tenaga kesehatan dalam hal ini
perawat haruslah memiliki kemampuan (Ability)
yang mampu mengantarkan perawat untuk memasuki dunia keperawatan berbasis
pariwisata.
Apa
saja kemampuan (Ability) yang harus
dimiliki dan dilaksanakan oleh perawat jika ingin memasuki dunia keperawatan
yang berbasis pariwisata? Jawabannya sederhana, perawat hanya cukup memiliki
kemampuan bahasa, skill (keterampilan), penampilan, sikap/tata nilai, dan rasa
tanggung jawab.
Pertama
yaitu bahasa, kalau
dilihat dari segi bahasa, perawat harus mampu menguasai minimal bahasa Inggris,
jika memungkinkan bahasa Jepang pun perlu untuk dikuasai oleh seorang perawat
yang ingin memasuki dunia keperawatan berbasis pariwisata. Mengapa begitu? Dilihat dari segi kunjungan wistawan yang
datang ke Indonesia khususnya di Bali adalah kebanyakan wisatawan dari Jepang
dan Australia, dimana mereka mengunakan bahasa Jepang dan Bahasa Inggris. Jadi
wajarlah kalau perawat harus mampu menguasai bahasa Inggris atau Bahasa Jepang.
Apabila salah satu dari 2 bahasa itu tidak dikuasai oleh perawat, sangatlah
mustahil jika perawat ingin memasuki dunia keperawatan yang berbasis pariwisata.
Kedua yaitu Skill (Keterampilan). Keterampilan yang
dimaksud disini adalah keterampilan keperawatan, keterampilan berkomunikasi,
dan yang tidak kalah penting adalah keperawatan bekerjasama. 1).Keterampilan
keperawatan yang harus dimiliki perawat yaitu: Perawat haruslah mampu
memberikan asuhan keperawatan pada individu/kelompok wisatawan dalam
menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks yang masih dalam kaidah
keilmuan keperawatan maupun kaidah dalam industri pariwisata. Perawat haruslah mampu
memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam
rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan oleh wisatawan. Perawat haruslah mampu dan sanggup memberikan
pelayanan keperawatan di sarana kesehatan yang ada di industri pariwisata,
contohnya pelayanan kesehatan yang ada di hotel yang ditunjukkan kepada
wisatawan. perawat haruslah mampu memberikan pengobatan dan tindakan medik
terbatas dan memberikan terapi komplementer yang tentunya masih dalam kaidah
ilmu keperawatan. 2).Keterampilan berkomunikasi; Dalam segi keterampilan
berkomunikasi perawat haruslah memahami budaya dan tata laksana komunikasi dari
wistawan, karena setiap individu dari wisatawan memiliki tatanan komunikasi
yang berbeda-beda, tetapi tetap pada pedoman yaitu komunikasi terapeutik.
Sebagai contoh wisatawan jepang yang memiliki budaya komunikasi yang sangat
sopan, yang setiap memulai pembicaraan didahului dengan hormat dengan
menundukkan kepala. Jadi perawat harus mampu memahami bentuk komunikasi dari
setiap wisatawan yang dirawat, baik dari tata cara berkomunikasi, memulai
komunikasi maupun kebiasaan sebelum dan sesudah bekomunikasi namun tetap dengan
kaidah-kaidah. 3).Keterampilan bekerjasama; Selain keterampilan keperawatan,
keterampilan berkomunikasi, perawat harus mampu menjalin kerjasama dari pihak
industri pariwisata sehingga perawat semakin dipercaya di dalam memasuki
keperawatan yang berbasis pariwisata. Kerja sama bisa dalam hal pelayanan ke wisatawan
ataupun ke pihak wisatawan yang membutuhkan pelayanan kesehatan (keperawatan). Salah
satu contohnya menjalin kerjasama dalam pelayanan Spa, Terapis yang
implementasinya berdasarkan pada ilmu keperawatan seperti pemijatan, maupun
terapi komplementer.
Ketiga yaitu penampilan. Penampilan
adalah gambaran diri yang berarti penilaian diri seseorang dilihat pertama kali
dari gambaran luarnya. Penanpilan juga dapat
diartikan sebagai deskripsi tentang karakter diri seseorang, meliputi sikap dan
pandangan seseorang dalam menghadapi segala situasi di kehidupannya. Jadi, perawat harus berpenampilan bersih
karena penampilan bersih saat melayani pasien
akan memberikan kepuasan kepada klien yang kita layani, sebab klien berpikiran bahwa
kebersihan merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan
(keperawatan). Selain itu perawat harus mempunyai penampilan yang
meyakinkan, karena penampilan yang meyakinkan merupakan kepuasan sendiri bagi
klien dalam hal ini wisatawan.
Keempat adalah Sikap/tata
nilai. Sikap/Tata nilai perawat adalah aturan-aturan yang
membatasi peran, perilaku, dan etika seorang perawat. Sebagai perawat yang
ingin terjun ke dunia keperawatan berbabasis pariwisata, kita harus menetapkan
nilai dan harus mengembangkan kesadaran tentang bagaimana sistem nilai itu
sendiri akan mempengaruhi asuhan keperawatan. Pemahaman tentang sikap/tata
nilai akan membantu seorang perawat dalam bertindak secara profesional. Pada
praktiknya, perawat harus memprioritaskan nilai keperawatan ketika mengambil
keputusan dalam pelayanan kesehatan yang pada akhirnya seorang perawat
mendapatkan suatu kepercayaan dari klien itu sendiri.
Sikap/tata nilai yang harus dimiliki perawat agar mampu
memasuki dunia keperawatan yang berbasis pariwisata adalah: 1).Care. Caring
merupakan bentuk dasar dari praktik keperawatan di mana perawat membantu klien
pulih dari sakitnya, memberikan penjelasan tentang penyakit klien, dan
mengelola atau membangun kembali hubungan. Sehingga sikap caring kepada klien
ini berpengaruh terhadap kredibilitas sebagai perawat yang ingin terjun di
dunia keperawatan berbasis pariwisata. 2).Empaty.
Dengan empati akan membantu dalam mempererat hubungan antara perawat dan
klien sehingga menjadikan klien merasa diperhatikan dan pada akhirnya akan
meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan. 3).Auturisme. Altruisme adalah perhatian terhadap
kesejahteraan orang lain/klien tanpa memperhatikan/mementingkan diri sendiri.
Seorang perawat harus mementingkan klien terlebih dahulu daripada dirinya
sendiri. Inilah yang harus dimiliki seorang perawat demi tercapainya
kesejahteraan pasien atau klien maupun keluarga klien yang mendukung asuhan
keperawatan dan mendukung perawat dalam menjalankan tugasnya di dalam dunia
keperawatan berbasis pariwisata.
Terakhir
adalah rasa tanggung jawab.
Yang tidak kalah penting dari kemampuan bahasa,
keterampilan, dan penampilan adalah rasa tanggung jawab. Tanggung jawab
merupakan sifat terpuji yang mendasar
dalam diri manusia. Perawat dalam memberikan pelayanan yang berbasis
pariwisata haruslah mau bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan tanpa
mengindar dari kesalahan-kesalah yang telah diperbuat.
Jadi, dapat disimpulkan jika
perawat ingin memasuki dunia keperawatan berbasis pariwisata haruslah memiliki
kemampuan berbahasa seminimal mungkin berbahasa Inggris, keterampilan
keperawatan, penampilan, sikap/tatanilai, dan yang tidak kalah penting adalah
tanggung jawab. Apakah Anda sebagai calon perawat yang ingin memasuki dunia
keperawatan berbasis pariwisata sudah mempunyai kemampuan tersebut? Jawabannya
kembali ke pribadi masing-masing. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment